Digital Minimalism: Ketika Social Media bikin Burn Out
Juli 25, 2021Larasatinesa.com - Kamu pernah ngalamin burn out karena social media? Saya pernah, mungkin bisa dibilang sering. Saking burn out-nya, saya sampai cuti dari kerjaan saya. Saya ingin istirahat, nggak mau mikirin dulu apa pun yang berhubungan dengan dunia digital. FYI, tahun ini adalah tahun ke 4 saya kerja di digital agency. Saya udah sering cerita gimana kerjaan saya selama ini di beberapa postingan sebelumnya. Kebetulan saya saat ini lagi pegang beberapa role pekerjaan di kantor; community manager dan content writer. Bisa dibayangin nggak kerjaan saya sehari-hari pasti menguras energi terutama pikiran. Apalagi untuk content writer itu butuh banyak sekali asupan ide-ide segar tiap harinya yang nantinya bisa dituangkan ke konten yang saya buat untuk klien. Jadi, mau nggak mau saya harus update pengetahuan tentang apa yang lagi tren tiap saat. Dan percayalah, ngikutin perkembangan teknologi itu sangat melelahkan.
img source: unsplash |
Pernah dengar istilah 'FOMO'?
FOMO singkatan dari Fear of Missing Out. Yang selalu dikaitkan dengan kecanduan terhadap social media. Ciri-cirinya ditandai dengan rasa takut atau cemas berlebihan kalau nggak tahu berita atau tren terkini. Kelihatannya sepele, ya? Tapi FOMO ini bisa membahayakan kesehatan mental kalau nggak ditangani dengan baik.
Sebagai anak ((ahensi teladan)), saya pasti menerapkan FOMO ini demi kelancaran pekerjaan. Padahal sih saya yang asli lagi berusaha buat slow living, dan sebenarnya buat kehidupan normal, ini nggak wajib juga diterapkan dalam keseharian. Tapi tuntutan dunia socmed kan nggak akan ada habisnya. Kita 'dipaksa' buat selalu update, tahu apa lagi happening dan ikut andil dengan yang sedang tren. Apa lagi kalau kamu punya panutan seorang influencer yang nggak pernah ketinggalan tren. Udahlah, pasti kamu bakalan ter-influence sama apa pun yang dia lakukan. Makanya sampai muncul istilah 'racun-racun influencer'. Mending nih kalau habis melakukannya, kamu bisa happy, tapi kalau udah ngikutin tren habis-habisan, ternyata nggak bahagia juga, gimana dong? 😅
Terus, kenapa saya bisa burn out?
Nggak bisa dipungkiri, faktor utamanya adalah pandemi dan work from home. Saya atau kamu yang lagi baca ini juga pasti merasakan hal yang sama: lagi berusaha untuk tetap waras. Selama kerja dari rumah, saya ngerasa energi saya tuh habis terkuras seharian karena selain ngurusin kerjaan kantor, saya juga nyambi ngerjain kerjaan rumah. You know what? pekerjaan kreatif macam ini banyak sekali menguras pikiran. Bahkan sampai pernah saya harus jalani 2-3x brainstorming ide kreatif dalam waktu sehari. Ini tuh lebih capek dari pada work from office seperti biasanya.
Ngomongin soal burn out, emang artinya apa sih?
Burn out (versi @dailymeaning): "Ketika terlalu sedikit melakukan sesuatu untuk diri sendiri."
Iya juga, ya. Saya memang jadi jarang melakukan apa yang saya inginkan. Padahal banyak banget yang saya ingin lakukan. Sama mungkin, manajemen waktu saya juga masih berantakan, jadi belum bisa atur semuanya dengan baik. Kalau nggak ingin terkena burn out lagi, saya harus mulai merubah semuanya.
Lalu, apa aja usaha yang udah saya lakukan saat burn out?
Akhir bulan Mei kemarin adalah puncak dari burn out yang saya rasakan. Nggak tahu kenapa, rasanya nggak ingin kerja banget. Bukan saya nggak bersyukur lho masih punya kerjaan. Gimana sih rasanya capek tapi udah nggak bisa digambarin lagi rasa capeknya kayak gimana? Saya beneran nggak ingin melakukan apa pun, even cuma ingin tidur seharian. Beneran saya ingin lakuin itu aja. Satu lagi yang ingin saya lakuin adalah: de-active semua akun socmed saya. Hahaha!
Yha kali kan ~ | source: @overheardahensi |
Staycation & Spa
Kelihatannya sih 2 kegiatan ini standar ya. Dan karena kebiasaan udah sering staycation, orang lain bisa dengan mudah nebak kalau saya cuti itu pasti dipakai buat staycation. Pas cuti kemarin, saya emang beneran staycation kok. Tapi selama staycation, saya bener-bener nggak mau mikirin kerjaan dan nggak ada rasa ingin review hotelnya kayak yang biasanya saya lakukan. Saya cuma mau santai aja, me time nikmatin view kamar hotel tersebut.
Saya juga kemarin sempat relaksasi di tempat spa. Maksudnya sih buat self reward aja, karena selama WFH, saya nggak pernah spa. Yaa gimana mau spa kalau lagi pandemi gini. Tiap hari tuh badan sering kerasa capek, remuk dan ngilu. Solusi yang bisa saya lakukan cuma ini. Karena siapa lagi yang harus merhatiin kesehatan fisik dan mental kalau bukan diri sendiri? Alhamdulillah, habis spa lumayan kerasa enakan aja badan. 😁
Sayangnya selama saya cuti, ada aja yang japri nanya urusan kerjaan. Kkkk.
Buat yang ingin kerja di digital agency, mohon disiapin mentalnya berkali-kali lipat ya. Haha!
Menulis Cerita
Ini sebenarnya iseng aja, saya mulai nulis cerita (lagi) dari bulan Januari 2021, katakanlah ini adalah sebuah novel yang tiba-tiba aja muncul idenya selepas saya bangun tidur. Wkwk. Weird banget emang! Saya mulai nulis cerita ini di notes handphone saya. Dan untuk menambah wawasan saya soal dunia novel jaman now, saya baca-baca novel dari beberapa platform novel online. Surprisingly, saya happy banget. Kayak menemukan gairah lagi gitu buat nulis cerita. Nggak kerasa sampai hari ini saya nulis udah 13 bab aja. Hhh.
Terus nggak lama dari itu, saya nemu tuh cetakan novel yang saya buat untuk lomba 10 tahun lalu. Sumpah, saya speechless. Saya dulu pernah seniat itu dan ingin banget nerbitin sebuah buku. Dari situ saya mikir, umur jalan terus tapi saya nggak melakukan apa-apa. Kan kesel jadinya! Mungkin memang sekarang saatnya buat lanjutin passion saya yang tertunda itu. Akhirnya saya memutuskan buat masukin cerita saya di Wattpad dan Storial.
Kalau kamu mau baca silakan lho. Saya nulis fiksi dan non fiksi dengan tema yang berbeda. Bisa dibilang yang satu serius banget nulisnya, yang satunya receh banget. By the way, ini masih on going, saya update tiap minggu. Doakan ya, semoga ceritanya pada cepat selesai.
Melakukan Digital Minimalism
Dilema emang jadi anak socmed tuh, pengen istirahat dari hingar bingar dunia digital tapi nggak sepenuhnya bisa karena harus cari cuan buat beli skincare dan kasih makan anak bulu. 😂Ditambah lagi selama pandemi, nyari hiburan kebanyakan dari dunia maya. Susah emang kan mau dipisahin gitu. Sampai akhirnya saya belajar melakukan digital minimalism.
Apa itu digital minimalism?
"Filosofi penggunaan teknologi dimana seseorang memusatkan waktu online-nya hanya pada segelintir aktivitas yang telah ia pilih dengan cermat dan membawa manfaat optimal bagi dirinya." - Cal Newport.
Singkatnya digital minimalism adalah gaya hidup menggunakan teknologi se-efisien mungkin yang sesuai dengan kebutuhan kamu saja. Seorang digital minimalist akan dengan senang hati mengabaikan semua aktivitas online yang tidak memberi nilai tambah bagi dirinya.
Kalau kata Marissa Anita: "Apa yang kita lihat atau dengar dalam keseharian sangat berpengaruh pada cara pandang dan kualitas hidup yang kita miliki."
Setuju sih, karena digital overconsumption efeknya nggak baik buat diri sendiri, kamu bisa ngalamin burn out kayak saya, stres, kehilangan waktu, terkuras secara emosional, sering cemas dan bikin kamu insecure jadi banding-bandingin diri sama orang lain.
Digital minimalism seperti apa yang saya lakukan saat ini?
- Rumus 9 sampai 5 saat kerja
Jadi, rumus tersebut merupakan jam kerja kantor saya yang mulai dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Setelah itu saya akan langsung tutup laptop. Dengan catatan lagi nggak kejar deadline. Selebihnya kalau ada pekerjaan yang urgent saya terima dari jalur pribadi via handphone. Jujurly, waktu saya mencerna dan konsentrasi itu cuma dari pagi ke siang. Kalau sore tuh udah keganggu pikirannya, udah ingin rebahan. Saya kebetulan tipe orang yang lebih enak ngerjain kerjaan di pagi hari dari pada malam hari.
Selain itu, saya harus punya batasan juga terhadap pekerjaan dan rekan kerja saya. Maksudnya gini, kalau ada klien atau rekan kerja yang mention saya buat kerjain pekerjaan di luar jam kerja, saya harus lebih selektif. Selama pekerjaan tersebut masih bisa dikerjakan besok, saya nggak harus kok melakukannya saat itu juga. Even baca email pun hanya di jam kantor. Intinya yang tahu batasannya itu adalah diri sendiri. Jadi udah seharusnya saya lebih menyayangi diri sendiri.
Sorry banget rumus jamnya ini nggak berlaku buat freelancer atau yang lagi jalanin bisnis karena manajemen waktu dengan workload-nya pasti beda.
- Mematikan semua notifikasi di ponsel
Selain matiin semua notifikasi group yang ada di aplikasi chat. Saya juga matiin semua suara yang ada di handphone. Dan tanpa getar. Bener-bener senyap all the time. Ini udah saya lakukan sejak lama. Makanya saya kadang nggak ngeuh kalau ada chat penting atau beberapa telepon yang kebanyakan dari telemarketing nawarin bikin kartu kredit. Wkwk.
Sedikit cerita nih, saya pernah lho ada di masa nggak matiin notif chat kantor. Terus waktu notif-nya bunyi di luar jam kerja apa lagi malam-malam, saya jadi berasa diteror. Berasa ada beban gitu kalau nggak lihat apa isinya. Padahal notifikasi tersebut nggak melulu buat saya. Jadinya sekarang, saya cuma mau dengar notifikasi tersebut saat buka laptop saat jam kerja aja.
Nggak ketinggalan, saya juga nggak mengaktifkan centang biru dan status "last seen" di aplikasi chat saya. Sampai ada teman saya yang bilang kalau saya ini kayak buronan karena gerak-geriknya nggak ingin terdeteksi. Padahal maksudnya cuma ingin tenang dan nggak diburu-buru. 😅
Oh ya, ada satu lagi, saya juga matiin notifikasi dari aplikasi e-commerce tempat saya sering belanja. Karena emang ganggu banget bunyinya. GANGGU KARENA BIKIN PENGEN BELANJA TERUS MAKSUDNYA! HAHA. Tapi kalau dirasa ini terlalu ekstrim, sesuaikan aja dengan kebutuhan masing-masing ya. Misalnya nyalain notifikasi yang memang penting-penting aja, kayak SMS atau aplikasi chat.
- Membatasi waktu online social media (detox)
Saya pernah nggak buka instagram dan twitter selama seminggu pas libur tahun baru. Nggak di uninstall sih, cuma logout aja. Walau masih bisa buka aplikasi lain, buat saya ini sebuah pencapaian. Kan tahu sendiri saya selama ini nggak bisa lepas dari 2 aplikasi tersebut.
Ini bisa dilakuin saat weekend kalau mau dicoba. Siapa tahu nantinya jadi terbiasa kan?
Oh ya, kalau di instagram itu bisa diatur juga lho batas online-nya. Saya udah atur sih waktu buat online instagram 1 jam sehari. Nanti kalau udah 1 jam, dia bakalan bunyi sendiri dan kasih alert ke kamu kalau batas waktunya udah habis. Semoga nanti bisa dikurangi lagi waktunya.
- Digital declutter
Saya mau ngaku aja nih, kalau akhir-akhir ini saya lagi bersih-bersih following saya di socmed mana pun. Saya unfollow akun-akun yang sekiranya udah nggak memberikan faedah buat hidup saya. Kebanyakan yang saya unfollow itu akun-akun online shop dan influencer yang udah nggak baik racunnya buat dompet saya. Wkwk. Jadi kalau ada yang merhatiin (siapa juga yang merhatiin lu, Nes! 😂), tiap hari following saya berkurang.
Ada lagi cara simple selain unfollow sebenarnya, ada fitur "mute" atau "not interested" yang bisa kamu gunakan di beberapa aplikasi socmed (instagram, twitter, tiktok). Jadi kamu hanya melihat postingan yang kamu kehendaki aja.
FYI, kalau kamu mau unfollow saya dari following kamu di socmed juga silakan aja kalau merasa postingan saya mengganggu atau kurang relate dengan gaya hidup kamu. Saya nggak akan baper kok. As long as hidup kamu jadi lebih nyaman dan tenang. Monggo.
Selain itu saya juga baru-baru ini habis beres-beres aplikasi yang ada di handphone saya, dari mulai menghapus aplikasi yang nggak ada value-nya lagi buat saya, kemudian merapikannya sesuai dengan warna logonya. Ternyata enak juga pas dilihat.
Habis itu saya lanjut buat hapus-hapusin foto, video, document, email yang udah nggak relate lagi sama sikon saya saat ini. Buat email, jangan lupa di un-subscribe newsletter yang udah nggak penting. Lumayan kan ya space storage-nya jadi kosong lagi. Jadi nggak ada alasan deh tuh buat ganti gadget baru karena kepenuhan file. 🤣
Buat kamu yang mau coba digital declutter, kamu bisa ikutin tantangan 30 hari dari Cal Newport:
- Cek semua aplikasi yang ada di gadget kamu. Pilah mana aja yang masih kasih kamu manfaat. Kalau udah nggak relate, kamu bisa hapus.
- Ganti waktu online kamu ke aktivitas offline
- Kembalikan kesendirian dalam hidup kamu. Ciptakan kembali ruang “bosan” dalam hidup kamu dan biarkan kamu berpikir kreatif.
Setelah 30 hari berlalu, pasti akan ada perbedaan yang dirasakan. Pikiran jadi lebih jernih dan kamu bisa jadi lebih produktif dari biasanya. Saya yakin sih kamu akan lupa sama semua aplikasi yang udah dihapus sebelumnya.
- Melakukan "me time" tanpa gadget
Di jaman sekarang, susah banget emang buat ninggalin gadget. Tapi kalau udah diniatin buat mengistirahatkan mata dan mental, pasti bisa kok. Saya mulai ingat-ingat lagi apa sih hobi offline saya sebelum kecanduan gadget? Menulis diary, bikin bullet journal, membaca buku fisik, melukis, skincare-an: creambath, luluran, maskeran, main sama kucing-kucing, main sama ponakan, (((MEMANDANGI PRIA-PRIA TAMPAN))) bahkan declutter barang udah jadi hobi saya sekarang.
Saya ngerasain banget pas pandemi gini kesempatan me time sungguh banyak sekali. Jadi marilah cari kegiatan tanpa gadget biar lebih bermakna gitu hidupnya. Haha!
Terus gimana dong sama hobi nonton Drama Korea-nya, Nes?
Masih nonton dong! Tapi sekarang santai banget nontonnya. Nggak ngoyo ingin cepetan tamatin drakornya (khusus yang udah finish). Kayaknya emang saya cocok buat jadi team drakor on going deh, selain bisa ((melatih kesabaran)), saya jadi lebih santai nggak perlu begadang lagi gitu lho. Pembagiannya satu hari satu episode. Ini pun saya biasanya nonton di weekend.
Saya sekarang punya prinsip: Nggak apa-apa orang lagi ngomongin drakor yang lagi happening dan kamu belum nonton, itu nggak akan bikin cicilan kamu tiba-tiba lunas juga kok. WKWKWK.
Ada lagi nih, buat kamu yang punya kebiasaan selalu bawa handphone saat makan, mandi bahkan buang air, lebih baik kebiasaan ini ditinggalin karena kurang efektif dan bikin kamu jadi nggak bisa menikmati aktivitas yang sedang kamu lakukan.
Walau pun saya belum bisa sepenuhnya jauh dari gadget, seenggaknya saya kalau tidur pasti matiin mobile data. Selain biar lebih hemat, ya nggak mau diganggu aja lagi istirahat. Kan nggak lucu lagi tidur kebangun cuma gara-gara dapat direct message video Oppa favorit saya lagi atraksi kayang, misalnya. Saya nggak harus bisa menyenangkan semua orang dengan fast respond, kok.
***
Terlihat serius sekali ya bahasan kali ini. 🤣
100 comments
Jujur aja nih mam, aku sering iri sama temanku yang bisa detox media sosial. Hingga saat ini hidupku malah seperti terikat sama media sosial. Mau ga mau sebagai content creator kan selalu lekat dengan media sosial. Apalagi sumber cuan juga dari sana. Selalu ada plus minus sih ya.
BalasHapusNah ini sama nasibnya kayak aku. Dulu waktu belom kerja berhubungan dengan sosial media, aku berhasil deaktif 2 tahun. Selama hamil anak ke-3 hingga dia berusia 1 tahun. Lumayan banget deh hidup tenang. Nah begitu anak ke-4, malah dapet rezeki dari sosmed. AKhirnya ya keterusan sampe sekarang.
HapusMenurutku kuncinya ada di diri kita sendiri bisa ngontrol apa engga sama distraksi, detox socmed tuh sebenernya bisa pelan-pelan lho, 1 platform libur dulu deh 2 hari di weekend misalnya. Nanti lama-lama jadi kebiasaan. Soalnya manfaatnya tuh nggak main-main beneran ngaruh sama hidup kita.
HapusTemanku yang kerjanya di agency juga begini. Jarang muncul, begitu kelihatan langsung teriak-teriak lelaaah ... ya gimana ya memang kudu update berita untuk konten kerjaan. Di sisi lain perlu menata hati dan pikiran supaya tetap waras. Udah ku sarankan untuk kasih jam kerja seperti di kantor. WFH bukan artinya kantor memilikimu 24 jam tapi kata dia belum bisa. *eh kok curhat. Udah lah ku kasih aja artikel ini ke dia :))
BalasHapusStay happy, Kak Nesa!
Hihi memang gitu dilema anak agency. Makanya harus punya batasan untuk urusan kerjanya biar nggak burn out berkepanjangan.
HapusBekerja dengan pikiran, pasti sih ada kalanya burn out. Aku pun pernah mungkin sering. Padahal ya freelance, harusnya lebih santai. Terus kalau udah kaya gitu. Selesaikan DL yang wajib dan istirahat. Bisa dengan apa pun sih ini
BalasHapusIya betul, memang kita yang harus saklek menentukan waktu istirahat dan kerjanya biar balance.
HapusHai mbak Nesa :) Wah, aku baca dari awal sampai akhir nih tulisan mbak, sangat berguna bangeeeed :) Ternyata ada juga ya istilah2 yang baru aku tau hehehe. Iya deh, waktu untuk diri sendiri itu penting dan harus. Makanya aku suka bingung kalau saat weekend kok masih banyak orang yang ngelist BW dll, apa ga mau beristirahat sejenak dari urusan media sosial? Aku usahain kalau lagi jalan sama keluarga atau motoran sama suami dll, paket data internet aku matiin hahaha, tau2 udah sore pas dihidupkan kembali, bererot notfi masuk wkwkwkwk. TFS yaaa, semoga sehat selalu mbak cantik.
BalasHapusTerima kasih mba, aku pun sedang belajar untuk mengontrol diri. Semoga jadi habit yang positif buat mbanya dan keluarga.
Hapussaya sudah melewati masa burning out dan FOMO, Mba. Makanya saya dalam kondisi bisa dibilang abai atau bodo amat sama segala urusan sosmed. Yang penting sekarang menjalani semua kegiatan sesuai dengan yang saya inginkan. Kadang pelampiasannya kalau pas burning out saya ngegame... hahaha... ngegame bareng anak, atau ngegame sendirian. Kalau dulu bisa staycation skrg kan mandeg di rumah aja. eh... panjang bener ya komennya... hahaha
BalasHapusHahaha gpp, sharing pengalaman ya mbak. Keren deh.
Hapus"Udah saatnya kamu lebih cermat dan selektif dengan aktivitas digital kamu. Karena pada akhirnya, semakin bertambahnya umur, kamu cuma butuh hidup tenang"
BalasHapusSepakat banget sama kata2 ini, fase diumurku sekarang udah tenaang banget melihat sosmed, Nes. Udah lucu2 melihat mereka dengan keanekaragaman di TL tuh. Udah 5 tahunan penonton sosmed, hiburan,ahh pokonya lucu2 banget.
Duluu 2010-2012, waktu 2 tahun pertama kerja pasti suka sosmed burn out, SERP, dan semua berbau digital, bisa seminggu tutup akun. Lama2 ngikik sendiri, ternyata mereka ga salah, perkembangan teknologi maaju terus, tapi kitanya yang salah dan perlu dibenahi.
Yes, pinter2 kita menej waktu, secukupnya, sewajarnya, cukup produktf tapi ga sibuk. Smangat nes!!
Waah, makasih udah sharing, Teh.
Hapusselama terdiagnosis positive covid0-19 aku mulai terbiasa memilah milih konten atau artikel yang mau aku nikmati dan baca biar gak bikin tambah stress, hahaha, liat yang happy, kocak, dan nyenengin aja. pokoknya yang bikin imun melonjak naik
BalasHapusSetuju teh, yang negatif-negatif mah skip aja
HapusAku cerita dikit ini jadinya
BalasHapusaku pernah ternyata ada di titik super duper jenuh dan pusing (pusing literally bukan "pusing") karena menatap gadget kelamaan
jadi ditabok malaikat rejeki dengan sakit, bertubi tubi sehingga seminggu full puasa sosmed - bahkan puasa TV (aku penggemar berat nonton sebenernya - drama di HGTV - DIVA gitu gitu)
emang beri waktu sejenak bertetangga dan ghibah massal is good for ur health
Thanks for sharing ya, Mbak. Dari pengalamannya jadi bisa belajar.
HapusCuma dari baca artikel ini cukup bikin saya ngerti betapa orang yang bekerja pada dunia media digital kayak mbak Nesa itu melelahkan, peluk mbak. Eh tapi kayaknya jaman sekarang yang mengalami burn out itu hampir semua deh ya karena keadaan memang sedang sangat tidak baik.
BalasHapusTetap jaga kesehatan mbak Nesa ❤️
Terima kasih buat support-nya, Mbak.
HapusIyaaa akupun jg pengen deaktif fan maunya ngeblog aja tp blm bisa haha
BalasHapusKdang buat nyimpenin portfolio anak
Paling yg suka bikin burnout dengan status2 gaje dan seringnya belakangan kabar duka tu FB ya, kalau IG dan twitter aku msh bisa atas
Paling ya gak buka FB aja sih akunya
Apalagi skrng aku gk ada aplikasi FB jd pakai browser aja dan lbh ribet mau buka hehe
Makasih sharing-nya, Mbak.
HapusAku aja kadang capek banget lihat gadget, apalagi mbk Nesa yang kerjaannya di seputar digital agency. Paling enak emang me time spa ya mbk terus kurangin juga buka medsos. Aku ini lagi ngurangin buka medsos, banyak baca novel..leyeh leyeh gitu wkwkw
BalasHapusIya, mending baca buku biar nggak terdistraksi.
HapusBagaimanapun dengan keadaan seperti ini jadi kepikiran jga kondisinya. Rehat sebentar dari gadget adalah pilihan
BalasHapusIya mbak, harus bisa kontrol sendiri.
Hapusbenar sekali mbak nesa, semua ada porsinya ya mbak
BalasHapusklo terus terusan ngikutin sosmed bisa burn out
memang paling tepat itu menentukan jam online , jadi hanya scrooll sosmed di jam online
Intinya sih bisa konsisten manage waktunya
Hapusngerasa enggak punya waktu buat diri sendiri itu pas masih kerja kantoran, banyak banget kerjaan dan itu enggak semua tupoksi saya, terus dihubungi melulu.. keselnya dihubungi pas butuh doang, ngerasa pengen matiin smartphone tapi gimana kalau ada job. sampai aku nyaman matiin centang biru di WA ya saking keselnya dihubungi terus, padahal butuh waktu buat diri sendiri juga. sekarang di rumah aja kerjanya santuy, ngedrakor juga santuy, bodo amat sih ama trend, kudet enggak apa2lah asal bahagia...hehehe
BalasHapusHihi kita berhak untuk bahagiain diri sendiri ya, Mbak.
HapusDe active sosmed bagi yang melakukannya keren, saya pengen seperti itu. Fokus sama dunia nyata, tapi sulittt, dan masih belum bisa
BalasHapusBisa mbak, pelan-pelan aja hehe
HapusAku juga sudah manajemen diri dengan meminimalkan digitalisasi kecuali untuk tugas anak saja
BalasHapusKarena aktivitas digital saat ini sedikit banyaknya mempengaruhi psikis saya juga
Iya Mbak, beri jeda aja biar nggak burnout
HapusSelama ini saya merasa sayang untuk cuti dari sosial media, tapi kalau Mbak Nesa yang anak agensi aja bisa berarti saya yang nggak penting2 amat sebenarnya untuk buka medsos tiap waktu juga harus bisa dong ya. Terima kasih tipsnya, Mbak Nesa.
BalasHapusSama-sama ya, Mbak.
HapusAh Nesa, kebayang deh stresnya kamu gimana. Aku aja yang cuma pengguna, sering banget kepengen deaktif. Tapi ya gimana, di musim begini butuh cuan tambahan. Ya disabarin aja akhirnya. Tapi setuju, meminimalkan bisa jadi pilihan. Pilih aja yang bener2 diperlukan
BalasHapusEmang dilema sih, Teh. Tapi kita harus bisa kontrol sendiri biar nggak bikin stress.
HapusSelalu salut sama Nesa.
BalasHapusDengan menuliskannya di sini, saat ini...berarti kamu dua gak burn out sosmed lagi yaa, Nes?
Ada masa-masa kita ingin berintteraksi langsung dengan orang daripada hanya melihat apa yang ditampilkan di medsos.
Dan ada saatnya, diri butuh "sendiri".
Menghabiskan waktu hanya untuk diri sendiri.
Semoga setelah burn out ini, semakin produktif yaa, Nesa.
Akutu kalau bayangin Nesa adalah anak yang ceria ((kaya bayangin diriku sendiri, hehehe...mon maap kalok gak suka, bayangin aku aja uda males yaak, hahhaa....)) Selain karena zodiak kita sama, aku juga suka cara Nesa menghadapi masalah.
HapusPlus gak ragu untuk mengekspresikan diri.
Rasa jenuhnya Nesa bisa dibilang jadi titik balik yaa..
Sekarang aku bayangin Nesa jadi novelist.
Keren banget, burn out malah bisa nulis cerita loo..
Nesa terkereeen~
Masih belajar kok, Teh. Iyaa gemini itu emang dari luar kek yang ceria banget, padahal sih aslinya nggak gitu-gitu amat. Ada masanya pengen diem aja nggak melakukan apa-apa. Semoga jadi kenyataan yaa si Nesa jadi novelist beneran. Hahaha!
HapusYup bener banget. Udah beberapa kali tuh aku ngalamin yang namanya burn out. Meskipun enggak kerja agensi, tapi kerjaanku juga mantengin laptop dan ga pernah lepas gadget juga. Lama kelamaan kok pengin agak menjauh gitu heheee... beneran loh, melakukan banyak aktivitas offline bisa melegakan. Memberikan ruang rindu tersendiri pada aktivitas online kita sehari-hari.
BalasHapusBetul, Mbak. Bukan harus menjauhi, tapi membatasi diri yaah.
HapusSabar ya Nesa.. Aku malah udah jarang banget buka sosmed sekarang, kecuali pas ada kerjaan. Tapi rasanya tetep aja, aku merasa waktuku habis buat buka sosmed. Padahal aku buka FB juga sehari sekali, buka IG sekarng pun ngak tiap waktu. Udahlah, nonton drakor juga sperti yang kamu katakan, menamatkan drama tidak membuat cicilanmu lunas begitu aja. Jadi sellow aja lah sekarang. Sg penting sehat ya
BalasHapusAsiik, mantul!
Hapusngakak bgt yaa mau deactive account tp anak sosmed :P
BalasHapusbtw aku nih mau digital minimalsm belum kesampean. bener aja malah beli gawai demi perpanjang space. oh sama langganan storage khusus jg. yg ada makin numpuk sih. duuuhh
eh iyaa aku team drakor suka yg finish, tp nontonnya ga pernah finish. hahaha.. kalo on going ga dpt waktunya, ribet bgt, wkwwkwk
Aku sampai saat ini masih langganan storage nih, Mbak. Lagi cari cara untuk nggak nyimpan hal-hal ginian terlalu lama hahaha.
Hapusbetul juga nih banyak istilah yang baru aku tahu dan juga aku dapet tips juga nih soalnya kadang juga ngerasa kayak gitu
BalasHapusIya, masalah manusia jaman now haha!
HapusEmang bener-bener deh kadang kita mesti menekan tombol pause di tengah kesibukan buat tarik napas bentar, boboan bentar, rebahan, bengong dan apapun asal yang nggak berhubungan sama kerjaan.. kita berhak dan pantes banget buat dapetin itu kok. Tetep semangat yaaaaaaa
BalasHapusBengong pun ternyata banyak manfaatnya lho.. Hahaha! Thank you, Mbak.
HapusAda plus-minusnya memang. Biasanya aku kalau lagi burnout gegara sosmed, milih narik diri dulu.. aware sama diri sendiri itu penting, biar nggak berlarut-larut, dan memang dampak buruknya sih bisa kena ke mental. Karena sosmed tuh kayak candu 😂😂 Makasih informasinya, Mbak.. bermanfaat sekali ❤️
BalasHapusSiap, sama-sama, Mbak.
HapusAku pernah kak bosen banget asli.
BalasHapusKalau udah gitu aku tinggalin. Banyak nonton ama baca buku heheheh.
Sehat selalu ya mbak sekeluarga
Iya nih, sesekali memang harus detox biar tetep waras.
Hapusaku pernah banget ni merasa cape banget liat sosmed apalagi pas ER stuck hahaha
BalasHapusrasanya pengen hibernasi, tapi anak socmed banget gimana dong wkwkw
FOMO kayanya deh aku kak
Coba tanya ke diri sendiri deh apa sih yang lagi dikejar?
HapusUntung punya temen heits, anak ahensi pula kayak nessa.. jd kl ada update2 tinggal nanya hahahaha ku ngga perlu merasa FOMO nyahahaha
BalasHapusLagi pandemi emang agak susah utk ngga burn out, karena nyari hiburan akhirnya ke laptop lagi atau hp lagi, jadi emang harus tau & sadar diri utk bagi waktu (meski kadang sulit) dan istirahat dl dari semua sosmed :D
Hahaha update pergosipan duniawi emang seru apalagi KPOP wkwk.
HapusAkutu pengen mih bisa sekalinya healing socmed langsung liburan ke Bali lah, Bangkok lah atau ke Belanda, yuk bisa yuk! :))
Bisa sampai segitu ya imbasnya.. semangat ya kamu... kalau aku sih paling sebatas abis waktu tanpa sadar scroll sosmed dan eccom, tapi untungnya ga sampai yang kebeban krn ga bs ikutin trendnya kyk gitu, trus ga sampai yg abis duit krn ngikutin influencer beli ini itu sih... prinsip aku ketika aku beli barang suatu saat aku akan hasilkan sampah yg bebanin bumi, jdi aku sangat cermat memilih apa yg aku mau beli 😁😁
BalasHapusMbak, kamu keren udah aware sampai soal sampah. Perlu dicontoh nih.
HapusSuka banget sama bahasannya. Aku jg tahun lalu berasanya jor2an banget cari cuan + urus anak sampe kayaknya hampir lupa buat bahagiain diri sendiri. Tahun ini pgn lebih santai dan ga diburu2. Mknya jarang update socmed juga. Eh tp skrg lg ketagihan ntn dracin 😂
BalasHapusBetul, jangan sampai lupa buat bahagiain diri sendiri ya.
HapusBetul sih, kadang sosmed itu yang bikin aku makin over thinking. Makanya sekarang aku coba kurangi aktivitas di sosmed, atau skip yang harus diskip, biar tenang.
BalasHapusHahaha betul, socmed sumber ovt!
Hapuspada dasarnya main medsos itu kudu punya aturan sendiri nih kitanya mba. tau batasan, misalnya ngurangi follow akun2 yang gak bermanfaat buat diri, membatasi waktu, dll. perlu juga tuh waktu untuk free dari henpon :D
BalasHapusIya, kita yang bikin aturannya biar nggak burnout ya.
HapusLagi ngalamin burn out nih mbak. Pengen bisa sekali tidur seharian aja, tapi tanggungan kerjaanku nggak bisa ditinggal.
BalasHapusBiasanya jam keluar rumah pas beli keperluan pake motor, suka aku agak lamain aja sambil nikmatin jalan. Wkwk
Healing-nya motoran ya, Mbak. Hehe.
HapusAh, sering bgt aku mengalami ini. Contohnya semalam. Tiba2 sakit kepala pas lagi edit video 😆 langsung lepas hape dan tidur. Emang butuh waktu lepas dr hp bbrp wkt sih ya
BalasHapusSoalnya terlalu banyak yang diserap sama kepala kita makanya sakit, hehe.
HapusTrueeee sangat! Akupun juga sedang dalam fase menjalani ini, hahaha tapi susah ya mba kalo kerjanya digital marketer hahaha
BalasHapusHahaha masih belajar nih buat manage waktunya
Hapusiya kita harus bisa mengatur dan tegas pada diri sendiri. karena jika dibiarkan bisa bahaya. kalau saya biasanya puasa gadget hari libur jalan dengan keluarga meski cuma keliling2 dlm mobil sebab PPKM dan hp ga disentuh.ngobrol2 dgn keluarga. trus jg matikan notif biar ga berisik hehehe
BalasHapusMakasih udah sharing ya, Mbak.
Hapuskalau saya sih belum pernah ya mengalami burnout atau merasakan seperti itu tapi gak ngeh. jujur, saat ini dunia digital ini tempat hiburan banget buat saya kalau lagi gabut di rumah saja
BalasHapusBerarti udah bisa ngontrol pemakaian socmed ya
Hapussebagai yang juga kerja dan bergelut dengan wfh bersama dua bocil, i feel you kak nes. cuma bedanya kerjaan ku tak harus fomo, hihihi jadi masih bisa waras menyeimbangkan kerjaan sama dunia sosmed. cuma aku setuju sih sm tipsnya salah satunya bersih2 folowing ig sesuai dengan perkembangan diri sendiri ada beberapa akun yang memang sudah gak related dengan diri kita yah kak nes jadi yah lebih baik kita unfoll saja.
BalasHapuskalau aku malah bersih2 isi lemari dan meja kerjanya juga kak nes biar lebih tenang lagi pikirannya, hahaha
Yes! Rajin bersih-bersih online maupun offline ya. Boleh nih dicobain biar nggak stres.
HapusRelate banget sama burnout socmed ini, karena pekerjaanku dulu berkaitan dengan socmed. Tiap hari harus catch-up sama isu terbaru, ngga boleh ketinggalan trend dan momen, scrolling tanpa batas, ujungnya bikin kepala mledug karena kebanyakan buka socmed. Di masa pandemi ini juga aku berusaha 'bersih-bersih' socmed biar konten yang kukonsumsi lebih bermutu dan tidak berdampak negatif ke diri sendiri.
BalasHapusSetuju, Mbak. Memang kita yang harus ngontrol batasannya.
Hapusbeen there and finally done that, yes 1 tahun lebih gak bekerja di dunia digital agency rasanya tuh wow, i have a life finally! (ike pengulangan kata "finally"). yang paling terasa jadi lebih memahami branding diri sendiri dan mau dibawa kemana nih socmed juga blog pribadi heheheh
BalasHapusAda plus minus-nya sih teh semua kerjaan tuh, termasuk agency life ini.
Hapusudah rasa jenuh banget pasti ya Kak tapi keren bisa berhasil keluar dari situasi itu daan bisa memanage hidupnya dengan baik.
BalasHapusterkadang pengen juga bisa menghilang sejenak tapi masih belum sanggup ini, hehehh
Iya mbak, harus lebih pinter manage waktu buat screen time-nya.
HapusAku pribadi menganggap sosmedku khususnya IG dan FB cuma buat kerjaan aja. Jd emang jarang posting kalau gk perlu. Trus jarang nyekrolin timeline jg.
BalasHapusTp emang tak bisa dipungkiri kdng rasa burn out ada paling akhirnya ya au gk scroll2 aja
trus memperbanyak aktivitas di dunia nyata atau sekadar ndrakor aja hehe
Aku pun maunya gitu mbak, tapi kerjaanku kan 24x7 itu di agency socmed semua wkwk.
HapusAllhamdulilah ya Mbaaa sekarang mendingan nggak burn out lagi ya? Aku juga kalau tidur matiin data henphone tak taruh jauh dari kasur, demikian juga punya suami aku rutinin jadi terbiasa
BalasHapusBetul, harus taruh hp jauh-jauh kalau pas tidur.
HapusAkhir-akhir ini aku lagi bosen banget sama sosmed. Tapi efeknya jadi rajin ngoprekin blog, atau kalo lagi detox coba untuk marathon nonton drakor. Dan it's work loh, jadi fresh lagi setelahnya.
BalasHapusWow mantap mbak Desy
Hapuswah bener juga nih, kayanya aku pernah ngalamin bornout gini, sosmed memang ada sisi negatif dan positifnya, harus pintar mengelola nih :)
BalasHapusIya mbak, sewajarnya aja pakai socmed tuh ya.
HapusAku pernah di posisi fomo, dan pernah kayak merasa depresi sama sosmed. Lalu aku ambil rehat sejenak dari sosmed dan gadget. kalau sebelumnya bisa 1 jam pegang hp full, sekarang dikurangi kisaran 30 menit. Bertahap haha. Supaya gak bikin pikiran yang aneh-aneh.
BalasHapusIya mbak bertahap aja, nanti lama-lama akan terbiasa.
HapusIya, akhir-akhir ini aku juga sedang bersih-bersih following. Dan salah satu caraku biar enggak burn out sama medsos itu nulis, sih, nulis tangan. Jadi tiap malam masih kecanduan nulis jurnal, lumayan ampuh, terus baca buku, dsb.
BalasHapusWah keren nih mbak, bisa dicontoh.
HapusHahahaha... aku banget tuh kak.
BalasHapus"Pengen deactiv account tapi anak sosmed' wkwkwk
Dilema ya? Makanya sering absen dari dunia per-instagraman biar gak burnout mulu 😆
Iya kak, solusinya memang digital minimalism hehe
HapusSepakat mb, digital minimalism memang diperlukan. Saya pikir jika seseorang tidak punya alasan untuk bermedsos maka sebaiknya tak perlu bikin akun medsos. Jadi ketika menginstal harus ada alasan yang valid. Misalnya untuk keperluan jualan, silakan saja. Saya sendiri tipikal orang yang suka lupa nama, tapi ingat wajah, atau orang yang kesulitan mengingat wajah yang berubah (entah mengapa rasanya teman lama saya kalo ketemu di jalan akan menegur saya dengan yakin, sebaliknya saya melihat teman-teman lama saya wajahnya pada berubah), maka saya mempertahankan Facebook saya. Adapun Twitter, berhubung saya tak punya alasan untuk memiliki akunnya maka saya tidak membuatnya. Ternyata dengan begitu rasanya jadi lebih nyaman ketimbang di awal Twitter ada lalu saya ikutan bikin akunnya.
BalasHapusBetul, tiap orang punya kebutuhannya masing-masing. Selama bikin si orang tersebut nyaman punya or gaknya socmed itu urusan mereka. Keren sih kalau udah nggak merasa FOMO. Anw, makasih sharingnya, Kak.
HapusHi, thank you so much for stopping by. Let's connected!
- nesa -